Dalam beberapa hari ini aku terus
membayangkannya, berharap dialah lelaki yang selama ini aku cari untuk menjadi
pendamping hidupku. Kucoba menelusuri jejaknya dari sosial media. Tapi
sayangnya, tak ada informasi apapun. Pada akhirnya aku memberanikan diri untuk
mengatakan padanya melalui pesan singkat.
“Maaf sebelumnya, saya hanya ingin
mengatakan yang sebenarnya, bahwa saya ingin Anda bisa menjadi imam saya”
Akhirnya pesan itu pun terkirim
kepadanya. Hingga akhirnya 40 menit kemudian ponselku bergetar. Kucoba membuka
kunci poselku. Kulihat satu pesan masuk. Tak asing lagi nomor ini adalah balasan
dari pesanku tadi. Isi pesannya adalah.
“Maaf mba, mungkin mbaknya bisa mencari
yang lain, saya sudah ada calon mba.”
Aku pun terdiam dan hampir meneteskan
air mata.
Dalam hati hanya berbisik, “dear Allah,
hamba sudah pasrah Ya Allah, hamba nggak tau lagi harus seperti apa, hambamu
sangat takut untuk berbuat maksiat. Ya Allah tolong hamba”
Kucoba baringkan badan dan sambil
beristighfar dalam hati. Aku pun mencoba pasrah dengan ketetapan-Nya. Mungkin
bukan lelaki itu yang terbaik untukku. Atau aku yang terlalu memilih calon
pendamping hidup. Terkadang rasanya aku ingin menyerah, tapi Islam mengajari
bahwa putus asa itu dosa. Kusadari semua salahku. Suatu ketika ada lelaki baik
namun aku tolak. Tetapi aku mencobanya kembali untuk menerimanya. Namun, aku
tidak diterima. Tidak hanya dia, tapi sebelumnya pernah ada beberapa yang
pernah aku tolak.
***
“Nak, kamu mau nikah sama siapa?”, tanya
ibu
Sejenak aku terdiam, bingung untuk
menjawabnya.
“Segeralah menikah, sebelum akhirnya
usiamu menginjak usia tua”
“Iya bu, ibu doain aku ya”
“Setiap hari ibu doakan”
Ibu, Beliau adalah sosok yang selalu
mendoakanku, selalu memberiku semangat, motivasi, perhatian, dan juga kasih
sayangnya yang tiada tara. Aku tidak mau menghadiahkan ibu dengan kado yang
jelek. Aku membutuhkan sosok lelaki yang baik agama dan akhlaknya. Juga ia
adalah seseorang yang cerdas, suka kebersihan, dan juga bisa mengajariku cara
berdakwah. Aku tahu, aku banyak sekali kekurangannya. Jadi aku pun tidak mau
mengecewakan ibuku. Mungkin inilah saatnya, aku tidak mau untuk kembali dengan
dunia masa lalu. Aku harus berubah. Aku percaya bahwa jodoh itu tidak akan
pernah tertukar.
Mungkin benar bukan ia yang terbaik
untukku. Entah siapapun ia, aku harap engkau dalam keadaan yang baik, selalu
dilindungi Allah dimanapun berada.
***
Hari demi hari silih berganti. Siang itu, aku
belum makan nasi. Seperti biasa aku pergi keluar kantor untuk membeli makan.
Sesampainya di warung, kulihat ada sesosok lelaki yang tidak asing di mataku.
Seperti pernah melihatnya. Aku coba mengingat perlahan. Ternyata dia adalah
lelaki yang dulu sebagai qori saat pernikahan saudaraku. Kucoba perhatikan ia,
ia pun menoleh kearahku. Dia mungkin tidak tahu siapa aku, tapi aku masih
mengingatnya. Yang aku fikirkan adalah mengapa ia bisa berada di warung itu. Mungkinkah
ia warga sekitar tempatku bekerja atau hanya kebetulan saja lewat. Sejenak
kuabaikan.
Setelah selesai membeli makan siang, aku
langsung bergegas menuju tempat kerjaku kembali. Tapi bayangan lelaki itu masih
terbayang. Hatiku menjadi penuh tanya. Mengapa bisa bertemua ia kembali,
pikirku.
Aku sangat yakin jika memang jodoh pasti
akan bertemu. Tapi, yang ada di hadapanku, kurasa aku terlalu berekspektasi
terlalu tinggi. Ia pandai baca Quran, suaranya pun bagus.
“Sudahlah ukhty, jangan dipikirkan, nanti
galau”, pinta hatiku.
***
yang belum baca di chapter 1 : klik di sini
yang belum baca di chapter 2 : klik di sini
Penasaran bagaimana bagian 4 nya
BalasHapus