Langsung ke konten utama

Ada Sepenggal Cinta Di Januari



“Dorrrrrrrr,,,,,,,dorrrrrrrrrrrr.........”, bunyi suara kembang api terdengar melenting ke langit. Nia seorang gadis bisu itu hanya bisa melihat dari jendela rumahnya. Ia ingin sekali bisa melihat kembang api itu secara langsung. Tapi ia tahu, ia tidak akan diperbolehkan oleh neneknya.
Sudah 5 tahun Nia tinggal bersama neneknya. Ayahnya sibuk bekerja di luar kota. Hanya setahun sekali saja Beliau pulang saat lebaran. Ibunya sudah meninggal  saat Nia masih berumur 2 tahun. Kini Nia sudah berumur 21 tahun, namun suatu hari kecelakaan membuat dirinya kehilangan suaranya yang sangat merdu.

Hari-harinya menjadi kelabu, ia sering dimarahi oleh neneknya walau sebenarnya ia tidak bersalah. Dulu, Nia sering dipuji terlebih ketika ia akan kontes menyanyi di Amerika. Namun, semuanya semu. Kecelakaan itu membuat Nia kehilangan suaranya. Kata dokter yang menangani, Nia dipastikan akan bisu seumur hidupnya. Mendengar hal itu, ia sangat sedih. Hampir saja ia akan bunuh diri.
Matahari berpendar menyinari bumi, suara burung-burung menyanyi indah di atap rumah nenek. Pancaran matahari memasuki rongga-rongga kulitnya. Nia duduk di bawah jemuran sambil memandang ke arah burung-burung itu. Ia sangat rindu akan suaranya. Melihat burung-burung itu bernyanyi, ia menjadi sedih. Ingin sekali rasanya Nia mengeluarkan suaranya. Tapi apa daya, ia tidak bisa. Hanya senyuman manis melihat burung-burung itu bernyanyi.
“Nia, Nia cepat ke sini !!!!!”, kata nenek dari dalam rumah.
Nia bergegas menuju ke arah nenek.
“Cepat kamu masak, nenek sangat lapar!!”, ucap nenek kasar.
Nia hanya menganggukkan kepalanya. Setelah itu ia langsung bergegas menuju ke dapur. Setiap pagi, siang, dan sore ia harus membuat sarapan untuk neneknya. Walau ia yang memasak, tetapi jatah makanan untuknya hanya ketika pagi dan siang. Setiap malam ia tidak pernah mendapat jatah makan malam. Sebagai gantinya Nia hanya minum air putih setiap malam. Itu sudah membuat perutnya kenyang.
“Ting tong,,,,,”, suara bel berbunyi.
“Nia. . . .cepat kamu buka pintunya !!!!!!”, pinta nenek.
Nia mengecilkan api kompor dan segera berlari menuju pintu depan. Dibukanya pintu itu dan terlihat sebuah pancaran cahaya dengan senyum yang sangat manis. Nia mengarahkan tangannya menuju kursi ruang tamu. Neneknya datang menemui wanita itu.
“Udah sana, kamu buat minum !”, perintah neneknya.
Nia menuju ke dapur. Ia lupa kalau sedang memasak. Masakan yang ia buat sedikit gosong.
“Nia cepetan donk buat minumnya”, kata nenek dari arah ruang tamu.
“Ndak usah repot-repot nek, saya tadi juga baru mendapat jamuan”, sahut wanita itu.
“Pyarrrrr.............”, terdengar suara gelas pecah dari arah dapur.
Nenek langsung menghampiri.
“Kamu gimana sich? Buat minum saja tidak becus!! Cepat bereskan dan buat minum !!”, kata nenek kasar.
Dalam hati Nia menangis, ingin rasanya ia membela diri. Tapi ia tahu, itu tidak akan bisa. Lalu, ia bereskan pecahan gelas itu dan membuat minuman.
Nia membawa minuman yang telah dibuat ke arah ruang tamu.
“Kamu itu memang anak yang tidak berguna, buat minuman saja lama, lihat tamunya sudah pulang !!”, pinta nenek kasar sambil menumpahkan minuman ke rambut Nia.
Segera ia membereskan semuanya. Nia si gadis bisu itu hanya bisa bersabar dengan segala kerendahan hatinya. Ia menerima dengan lapang dada semua perlakuan nenek. Bagaimanapun juga, neneknya adalah satu-satunya orang yang mau menerimanya, memberinya tempat tinggal walau perlakuannya kasar namun sebenarnya neneknya sangat menyayanginya
Keesokan hari, neneknya ada acara pengajian di rumah temannya. Seperti biasa, ia mengerjakan pekerjaan rumah. Menyapu, mencuci pakaian, memasak, menyetrika, dan mengepel. Itu sudah menjadi kegiatan rutin. Jika tidak dikerjakan ia merasa ada sesuatu yang kurang.
Setelah semua pekerjaan rumah selesai, ia masuk ke kamarnya. Tersudut ia di pojok kamar. Mendengarkan lagu-lagu kesukaannya. Ia juga sangat senang menulis. Sekarang ia tahu mengapa ia bisu. Bukan berarti ia harus kehilangan semua kesempatan untuk berkarya. Justru, sebaliknya. Sekarang Nia menjadi lebih bersyukur atas segala pemberian Rabbi. Karena segala sesuatu telah diatur oleh-Nya. Dengan ia bisu, ia menjadi tidak banyak berbicara. Untuk berkomunikasi ia masih bisa menggunakan tangannya dengan cara menuliskan pada kertas tentang apa yang ia utarakan.
Tiba-tiba suara telepon berdering, Nia mengangkatnya. Terdengar suara meledak-ledak.
“Hallo, cepat Nia nenek kamu pingsan”, kata suara di telepon.
Nia langsung menutup telepon dan bergegas menuju rumah teman neneknya. Tak lupa kertas dan pulpen ia bawa. Sesampainya di sana. Nia menuliskan, “Saya akan menggendong nenek sampai rumah”.
Kemudian dengan segala kekuatannya, Nia menggendong neneknya. Perlahan-lahan ia berjalan menuju rumah. Sesekali ia berhenti lantaran nenek memang cukup berat.
Setibanya di rumah, Nia langsung membaringkan neneknya di kamar. Nia mengambil kompres dan meletakannya pada jidat nenek. Nia tidak tahu apa yang terjadi dengan neneknya. Mungkin karena nenek cukup kelelahan dan karena pagi tadi belum sarapan. Pikirnya. Nia menuju ke dapur, ia membuat bubur sum-sum.
“Nia, Nia cepat ke sini”, kata nenek lirih.
Untunglah telinga Nia cukup peka. Ia segera menuju ke kamar nenek.
Mata Nia berbinar-binar. Seketika meneskan air mata.
“Nia, maafkan nenek. Nenek selalu memarahimu setiap hari, tapi kamu tidak melawan. Kamu tetap bersabar. Nia, cucu nenek, maafkan semua kesalahan  nenek”, kata nenek dengan nada sendu.
Nia memeluk neneknya dengan air matanya terus menetes. Kemudian, ia menuju ke dapur dan mengambilkan bubur sum-sum untuk neneknya. Neneknya memintanya menyuapinya.
Kali ini, neneknya terlihat mulai sumringah. Ternyata perlakuan kerasnya selama ini tak dibalas sedikitpun oleh Nia. Malah sebaliknya, Nia tetap menyayangi neneknya. Dengan kasih sayangnya.
Pelangi indah mulai terbentuk antara Nia dan neneknya. Nia mendapatkan kembali hari-harinya yang sangat indah. Bahkan, sekarang neneknya sudah tidak memarahinya lagi. Neneknya hanya bisa berbaring di kamar. Nia tetap menghibur neneknya. Ia memainkan gitarnya dan neneknya yang menyanyi. Sungguh suasana yang damai menyelimuti keluarga itu.
Hari berikutnya, keadaan neneknya mulai parah. Nia menuliskan pada selembar kertas kepada neneknya, “nek, Nia mau ke rumah sakit memanggil dokter”.
Neneknya langsung mengatakan, “tidak usah cucuku, sepertinya waktu nenek sudah tidak akan lama lagi”.
Mata Nia berbinar-binar. Tetesan air mata kini kembali keluar membasahi pipinya. Dipeluk dengan sangat erat neneknya. Hingga pada akhirnya, nenek menghembuskan nafas yang terakhir.
Benih-benih cinta telah berakar. Bulan Januari yang indah dengan sepenggal cinta antara nenek dan Nia. 



Komentar

  1. Ceritanya menarik dan sangat mudah dimengerti :)

    BalasHapus
  2. What is The Best Slots and Casinos to Play at in 2021?
    Slots 올레 벳 and the internet have turned 먹튀폴리스 검증업체 a corner 슬롯 머신 The world 1xbet download of gambling is at its peak and no one seems to 아이벳 be paying attention to it. But

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membuat Program Menghitung Kecepatan dengan Java

Assalamu 'alaykum sobat blogger.... Udah 1 tahun kaga ngepost... Sorry....sibuk...ciee sibuk..(padahal si enggak) Yauda langsung aja, kali ini ane mau kasih script java. Cekidot: import java.util.Scanner; class tugas7{ public static void main(String[] args){ Scanner sc = new Scanner(System.in);

Kujemput Engaku di Sepertiga Malam (2)

 Oleh : Debby Ummul Hidayah Seperti biasa aku terbangun di tengah malam sekitar pukul 03.05 WIB. Namun, saat itu rasa malas benar-benar menggelayuti tubuhku. Tak ingin beranjak dari tempat tidur dan ingin sekali mata ini terpejam kembali. Sejenak aku bayangkan sesuatu yang akhirnya teringat dengan ia. Lelaki itu. Akhirnya aku pun bangun dan beranjak dari tempat tidur kemudian mengambil air wudlu. Kugerakkan badan ini dengan mencoba khusyuk untuk shalat malam. Tak lupa aku berdoa meminta petunjuk-Nya mengenai siapa sosok lelaki itu. Apakah ia lelaki yang selama ini aku cari atau sebaliknya ia hanya untuk mengujiku. Kurang lebih 30 menitan aku pun selesai dari shalat. Lalu aku tertidur kembali. Hingga tak menyadari aku terus membayangkannya. Kubayangkan ia ke rumahku dan mengatakan sesuatu yang sangat istimewa. Tapi hatiku menegurku. “Ukhty, istighfar...tidak seperti itu”, celetuk hatiku. Bibirku pun berucap, “Astaghfirullah hal’adzim”. “Ya Allah maafin hamba...” ...